Laporan Prakrikum ESDH Medan, Mei 2021
IDENTIFIKASI PEMANFAATAN EKONOMI SATWA LIAR
Dosen Penanggungjawab :
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si
Disusun Oleh:
Muhammad Arifky 191201003
Nadhia Rizki Fadhila 191201014
Nadiatul Aula 191201127
Joshua Mahardika Purba 191201183
Dhaffa Alfazie 191201187
Priskian Arswenta M Siboro 191201188
Kelompok 7
HUT4A
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum ESDH ini dengan baik. Laporan Praktikum ESDH yang berjudul ”Identifikasi
Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Praktikum
ESDH pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera
Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penanggungjawab Praktikum
ESDH yaitu Bapak Dr. Agus Purwoko
S.Hut., M.Si. karena telah memberikan materi dengan baik dan benar.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada asisten yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti kegiatan praktikum ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk memperbaiki isi Laporan ini akan sangat penulis hargai. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya
Medan, Mei 2021
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….....ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
………………………………………………………….1
Tujuan
.....................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat ..................................................................................
6
Alat dan Bahan
........................................................................................
6
Prosedur
Praktikum ..................................................................................6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
........................................................................................................
7
Pembahasan
............................................................................................
7
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .............................................................................................
9
Saran
........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang
memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme
yang tinggi. Tingkat endemisme yang tinggi Indonesia dikenal sebagai salah satu
negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertingi yang dilengkapi dengan
keunikan tersendiri, membuat Indonesia memiliki peran yang penting dalam
perdagangan satwa di dunia, sehingga Indonesia menjadi salah satu pemasok
terbesar perdagangan satwa dunia. Hal ini tentu saja merupakan peluang yang
besar bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan kekayaan satwanya untuk
meningkatkan pendapatan ekonomi, termasuk bagi masyarakat yang tinggal di
sekitar habitat satwa. Namun, pemanfaatan ini memang harus betul-betul
memperhatikan kondisi populasi berbagai jenis satwa yang dimanfaatkan agar
dapat diperoleh pemanfaatan secara berkelanjutan1. Satwa-satwa tersebut
tersebar di seluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Berdasarkan informasi
yang didapatkan Tim Cegah Satwa Punah dari Pro Fauna Indonesia sekitar 300.000 jenis satwa liar
atau sekitar 17% dari jenis satwa di dunia yang berada di Indonesia (Gono Semiadi, 2017).
Indonesia bahkan menempati urutan pertama dalam hal kekayaan mamalia
dengan 515 jenis dan menjadi habitat dari 1539 jenis unggas serta sekitar 45%
jenis ikan di dunia hidup di Indonesia. Satwa yang ada di habitat wilayah
Indonesia adalah ciri suatu pulau yang didiami satwa tersebut, karena ekosistem
di dalamnya mendukung akan perkembangbiakan satwa tersebut. Berbagai jenis
satwa tersebut tersebar di Indonesia yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau.
Namun hal tersebut tidak berarti semua pulau dapat didiami semua satwa.
Berdasarkan kenyataan ada satwa yang termasuk satwa endemik yakni hidup secara
terbatas pada habitat di daerah tertentu dan tidak terdapat di tempat lain,
misalnya anoa di Sulawesi, cendrawasih di Irian Jaya, siamang dan harimau jawa,
harimau Sumatera di Sumatera dan lain-lain (Marini, 2015).
Indonesia merupakan Negara Megabiodiversity,
artinya Indonesai memiliki kekayaan sumber daya hayati yang beraneka ragam.
Sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, Indonesia memiliki
berbagai tipe ekosistem, masing-masing tipe memiliki berbagai jenis satwa dan tumbuhan.
Namun kekayaan hayati yang tak ternilai ini terancam hilang, akibat dari ulah
tangan manusia. Sumber daya alam terdiri atas sumber daya alam non-hayati dan
sumber daya alam hayati. Sumber daya alam non-hayati merupakan unsur-unsur di
luar sumber daya hayati, yang berupa benda mati seperti tanah, bebatuan,
matahari dan lain-lain, sedangkan sumber daya alam hayati merupakan unsur-unsur
hayati di alam yang meliputi tumbuhan dan satwa liar. Satwa liar adalah semua
binatang yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih
mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh
manusia. Pemerintah Indonesia menggolongkan satwa liar menjadi 2 golongan,
yaitu golongan satwa liar yang tidak dilindungi dan golongan satwa liar yang
dilindungi atau yang dikenal dengan satwa langka. Penggolongan satwa liar
didasarkan pada tingkat kepunahan satwa liar yang bersangkutan (Amran, 2013).
Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang
memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Dalam UU Nomor 41 tahun
1999 dijelaskan bahwa Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan yang mempunyai
tiga fungsi, yaitu: fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Hutan merupakan sumber daya alam
yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat-manfaat tersebut
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible).
Manfaat nyata adalah manfaat hutan yang berbentuk material atau dapat diraba
yang berupa kayu, rotan, getah, dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak nyata
adalah manfaat yang diperoleh dari hutan yang tidak dapat dinilai sistem pasar
secara langsung (Adam, 2019).
Tujuan
Adapun
tujuan dari Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan
yang berjudul “Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar” adalah untuk
dapat mengetahui dan menghitung nilai ekonomi satwa liar yang di manfaatkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Satwa
yang diartikan sebagai Binatang(nomina) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
menurut Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Satwa adalah
semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan
atau di udara. Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa liar menurut Kamus Besar
Bahas Indonesia adalah semua binatang yg hidup di darat dan di air yg masih
mempunyai sifat liar, baik yg hidup bebas maupun yg dipelihara oleh manusia
sedangkan dalam pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di
air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup
bebas maupun yang dipelihara oleh manusia, selain itu juga satwa liar dapat
diartikan semua binatang yang hidup di darat dan di air yang masih mempunyai
sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Satwa
migran satwa yang berpindah tempat secara teratur dalam waktu dan ruang
tertentu ( Harnios,2015).
Hutan
tropis Indonesia menyimpan kekayaaan hayati yang sangat tinggi. Selain memiliki
keragaman jenis tumbuhan, hutan tropis Indonesia juga memiliki keragaman jenis
fauna (satwa) yang tinggi, dimana sebagian besar habitatnya berstatus hutan
produksi. Dengan kekayaan sumberdaya hayati yang dimilikinya, keberadaan hutan
mampu memberikan manfaat dan peran yang sangat besar bagi kehidupan penduduk
Indonesia. Banyak sumber daya yang tersedia di hutan tropis Indonesia berupa
sumberdaya hutan kayu dan sumberdaya hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh
masyarakat khususnya masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian kekayaan hutan tropis dan peran
penting keberadaan hutan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara luas
baru dipandang dan dimanfaatkan sebatas sebagai penghasil kayu, sedangkan
manfaat produk-produk salain kayu termasuk satwaliar belum dikembangkan secara
optimal (Amran, 2013)
Satwa yang boleh diburu adalah satwa yang menurut
undang-undang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat diburu. Sedangkan
Satwa langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya dan perlu
dilindungi (spt jalak putih, cenderawasih). Meskipun memiliki banyak satwa,
namun Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang
tentang satwa liar yang terancam punah. Saat ini jumlah jenis satwa liar
Indonesia yang terancam punah menurut IUCN pada tahun 2011 adalah 184 jenis
mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, 32 jenis ampibi. Jumlah total
spesies Indonesia yang terancam punah dengan kategori kritis (critically
endangered) ada 68 spesies, kategori endangered 69 spesies dan kategori rentan
(vulnerable) ada 517 jenis. Satwa-satwa tersebut benar-benar akan punah dari
alam jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkanya. Pemanfaatan sumber daya
alam hayati untuk tujuan perdagangan, khususnya satwa liar telah lama dilakukan
secara fisik ekstraktif seperti dalam bentuk daging, kulit dan bagian-bagian
lain yang bernilai ekonomis maupun estetika seperti atraksi dan pemeliharaan
satwa liar yang memperlihatkan keindahan fisik, suara dan karakter species satwa
liar (Anggita, 2016).
Satwaliar
memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi dipasaran pada saat ini dan masa
yang akan datang. Namun pemanfaatannya
sampai saat ini kurang atau lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu.
Penelitian dan informasi mengenai potensi dan nilai ekonomi satwaliar masih
sangat terbatas. Untuk itu sangat diperlukan kegiatan penelitian untuk
mengumpulkan data dan informasi tersebut guna mendasari upaya pelestarian,
pemanfaatan dan pengembangan satwaliar, sehingga diharapkan akan terjadi
keseimbangan antara dua tujuan yaitu tujuan produksi dan tujuan perlindungan.
Untuk mengetahui nilai ekonomi dari satwaliar secara kuantitatif, salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghitung nilai pemanfaatan satwaliar
yang dapat diperoleh melalui penelitian khusus, sehingga akhirnya diperoleh
pendekatan terhadap nilai ekonomi hutan alam dalam menyediakan satwaliar bagi
masyarakat sekitar hutan (Muhammad Irfan, 2019).
Upaya
konservasi satwa liar pada prinsipnya dapat dilakukan baik di habitat alaminya
(in situ) maupun di luar habitat alaminya (ex situ). Salah satu bentuk
konservasi satwa liar di luar habitat alaminya adalah kebun binatang. Peraturan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.31/Menhut-II/2012 tentang Lembaga
Konservasi antara lain menggariskan fungsi utama lembaga konservasi termasuk
kebun binatang di dalamnya adalah sebagai pusat pengembangbiakan terkontrol
satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian genetiknya. Selain fungsi
utama tersebut kebun binatang sebagai lembaga konservasi (ex situ) juga
memiliki fungsi lain yakni sebagai tempat pendidikan, peragaan, penitipan
sementara, sumber indukan dan cadangan genetik untuk mendukung populasi in
situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan (Pasal 2 (2) Permenhut No P.31/2012). Kebun binatang memiliki
banyak keunikan yang sangat potensial (Dini, 2016)
Kehidupan
satwa liar saat ini mulai terancam dan terdesak oleh kehidupan manusia yang
semakin meningkat Aturan Fatwa No.14 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa
Langka untuk Keseimbangan Ekosistem berisi pemikiran untuk melindungi dan
melestarikan satwa langka, baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi, hidup
di alam bebas atau dipelihara, memiliki populasi yang kecil dan populasinya di
alam menurun drastis, serta memerlukan upaya pelestarian agar mencegah
kepunahan. Harimau Sumatera saat ini merupakan salah satu satwa yang dilindungi
dan masuk kedalam satwa hampir punah yang disebabkan oleh perburuan liar dan
deforestasi hutan. Dalam upaya
melestarikan satwa langka tentunya diharapkan adanya keikutsertaan masyarakat
dalam menjaga dan melestarikan habitat agar hal yang diinginkan tersebut dapat
dicapai secara maksimal (Risma, 2014).
Sumberdaya
alam yang sangat menarik untuk dijadikan sebagai objek ekowisata, salah satunya
adalah satwaliar karena mempunyai peranan yang unik dalam ekosistem peranan satwa
liar dalam ekosistem antara lain berperan dalam proses ekologimmembantu
penyerbukan tanaman, khususnya tanaman yang mempunyai perbedaan antara posisi
benang sari dan putik, sebagai predator, penyebar/agen bagi beberapa jenis
tumbuhan dalam mendistribusikan bijinya. selain memiliki nilai penting di dalam
ekosistem, satwaliarpun bermanfaat bagi manusia, antara sebagai bahan penelitian,
pendidikan lingkungan, dan objek wisata (ecotourism),
sebagai sumber protein yang berasal dari daging dan telurnyam memiliki nilai
estetika, diantaranya warna bulunya yang indah, suaranya yang merdu, tingkahnya
yang atraktif sehingga banyak dijadikan objek dalam lukisan, atau sebagai
inspirasi dalam pembuatan lagu maupun puisi, dan memiliki nilai ekonomi (Diah,
2018).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum
Ekonomi Sumber Daya Hutan yang berjudul “Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa
Liar” ini dilaksanakan pada hari Kamis, 20 Mei 2021 pada pukul 10.00 WIB sampai
dengan selesai. Praktikum ini dilakukan via Google
Meet dan Google Classroom
masing-masing.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah Hand Phone,
dan Laptop.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah Literatur, PPT materi dan Laporan.
Prosedur Praktikum
1.
Disiapkan
alat dan bahan untuk praktikum
2.
Disiapkan
ppt untuk Sharescreen
3. Dijelaskan materi tentang Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar
4. Dibuat laporan praktikum
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Adapun hasil dari Praktikum Ekonomi Sumber
Daya Hutan yang berjudul “Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar” yaitu Babirusa (Babyrousa babyrussa), Anoa (Bubalus
depressicornis), Tarsius (Tarsiusspectrum), Kuskus Sulawesi (Strigocuscus
celebensis).
Pembahasan
1. Babi Rusa (Babyrousa babyrussa)
Babirusa memiliki panjang
tubuh sekitar 87106cm, tinggi sekitar 65-80 cm, dan berat tubuh mencapai 90 cm.
Taringnya mencuat ke atas yang berguna untuk melindungi matanya. Meskipun
bersifat soliter, pada umunya babirusa hidup berkelompok. Penelitian Clayton
(1996) tentang habitat dan perilaku babirusa di SM Nantu memperkirakan terdapat
500 ekor babirusa, namun jumlah ini terus menurun karena tingginya tingkat
kerusakan hutan dan perburuan. Habitat babirusa berupa hutan hujan dataran
rendah, menyukai kawasan hutan dimana terdapat aliran sungai, sumber air, rawa,
dan cerukan-cerukan air yang memungkinkannya mendapatkan air minum dan
berkubang.
Satwa ini mengunjungi
tempattempat air dan tempat mengasin (salt-lick) secara teratur untuk
mendapatkan garam-garam mineral untuk membantu pencernaannya. Sebagai
herbivore, babirusa di SM Nantu menyukai makanan buah pangi (Pangium edule),
yang banyak terdapat di SM Nantu. Selain itu babirusa juga menyukai jenis
umbi-umbian, juga jamur dan buah-buahan seperti mangga. Kadangkala babirusa
terlihat suka mengais pohon-pohon tumbang yang telah membusuk, kemungkinan
untuk mendapatkan sumber protein hewani berupa ulat atau cacing. Makanan utama
babirusa adalah berbagai jenis buah, namun satwa ini juga mengkonsumsi buah,
daun, rumput, dan bahan-bahan dari satwa (diantaranya daging, ikan, burung dan
serangga) dalam jumlah yang kecil.
2. Anoa (Bubalus depressicornis)
Bentuk tubuh
anoa mirip dengan
kerbau atau biasa disebut kerbau cebol.
Anoa dataran rendah atau Bubalus
depressicornis memiliki tinggi pundak
antara 80–100 cm. Bentuk
kepala menyerupai kepala
sapi, kaki dan kuku menyerupai banteng. Pada kaki bagian depan (metacarpal)
berwarna putih atau mirip
sapi bali namun mempunyai
garis hitam ke bawah.
Tanduk mengarah ke belakang
menyerupai penampang yang bagian
dasarnya tidak bulat seperti
tanduk sapi melainkan menyerupai
bangun segitiga seperti
tanduk kerbau. anoa memiliki perilaku hidup
secara soliter. Anoa umumnya hidup
di hutan-hutan yang lebat,
di dekat aliran
air / sungai, danau,
rawa, sumber air panas
yang mengandung mineral dan
di sepanjang pantai. Anoa
membutuhkan air setiap hari baik untuk minum maupun untuk berendam ketika terik
matahari menyengat.
3. Tarsius (Tarsius spectrum)
Tarsius adalah binatang unik dan langka.
Keunikannya terletak pada ukuran matanya yang sangat besar melebihi ukuran
otaknya. Bola mata Tarsius hampir tidak dapat digerakkan ke kiri san ke kanan
sehingga kemampuan visualnya dibantu dengan kemampuan memutar kepalanya kekanan
dan kekiri hingga 180 derajat tanpa memutarkan badannya. Keunikan lain yang
dimiliki satwa ini yaitu dapat melompat sejauh 3 meter, padahal ukuran tubuhnya
sangat kecil. Ukuran tubuh Tarsius spectrum sangat kecil, berat badannya sekitar
110- 120 gram. Panjang tubuh sekitar 115- 120 mm, panjang ekor antara 135-275
mm dengan bagian ujungnya berambut kasar, telinga dan matanya besar, melebihi
ukuran otaknya, kepala bulat dan berleher pendek, kaki panjang dan sangat
membantu dalam berpindah dahan dengan meloncat. Rambut lebat dan pendek.Warna
tubuh cokelat kemerahan dengan warna kulit kelabu. Bagian ventral yaitu dada
dan perut berwarna abu – abu keputihan dan bagian leher kekuningan. Telinga
tipis dan transparan, berwarna gelap atau cokelat kemerahan. Bibir pendek,
pertumbuhan gigi berkembang sebagai binatang pemakan serangga
4. Kuskus Sulawesi (Strigocuscus
celebensis)
Kuskus
merupakan mamalia berkantung yang ada di Indonesia. Kuskus hidup nocturnal
(aktif dimalam hari) dan arboreal (berada di pepohonan), Makanan utamanya
adalah daun-daunan, bunga, buah, kulit pohon, dan jamur hutan. Kuskus sulawesi
ini berwarna coklat pucat agak keputihan, panjang tubuh dari kepala 29-38 cm
dan panjang ekornya 27-37cm yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat
berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Satwa liar
adalah semua binatang yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara
yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia.
2.
Pemanfaatan
satwa liar dapat dilakukan secara fisik
ekstraktif seperti dalam bentuk daging, kulit dan bagian-bagian lain yang
bernilai ekonomis maupun estetika seperti atraksi dan pemeliharaan satwa liar
yang memperlihatkan keindahan fisik, suara dan karakter species satwa liar.
3.
Upaya
konservasi satwa liar pada prinsipnya dapat dilakukan baik di habitat alaminya
(in situ) maupun di luar habitat alaminya (ex situ).
4.
Cara yang
dapat dilakukan adalah dengan menghitung nilai pemanfaatan satwaliar yang dapat
diperoleh melalui penelitian khusus, sehingga akhirnya diperoleh pendekatan
terhadap nilai ekonomi hutan alam dalam menyediakan satwaliar bagi masyarakat
sekitar hutan.
5.
Contoh satwa
liar yaitu Babirusa (Babyrousa babyrussa), Anoa (Bubalus
depressicornis), Tarsius (Tarsiusspectrum), Kuskus Sulawesi (Strigocuscus
celebensis).
Saran
Sebaiknya dalam praktikum praktikan diharapkan lebih memahami materi yang telah diberikan agar praktikum dapat berjalan dengan lancar
DAFTAR PUSTAKA
Adam Malik, Abdul Hapid. 2019. Pemanfaatan
Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Bambu Oleh Masyarakat Terasing (Suku Lauje) Di
Desa Anggasan Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli. Jurnal Warta Rimba 7(2)
Amran Achmad. 2013. Potensi
Keanekaragaman Satwaliar Untuk Pengembangan Ekowisata Di Laboratorium Lapangan
Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Hutan Pendidikan Unhas. Jurnal
Penelitian Kehutanan Wallacea 2(2): 7 9 - 9 2
Anggita Puspitasari. 2016. Nilai
Kontribusi Kebun Binatang Terhadap Konservasi Satwa, Sosial Ekonomi Dan Lingkungan Fisik: Studi Kasus Kebun
Binatang Bandung. Jurnal Media Konservasi 21(2): 116-124
Diah Irawati. 2018. Keanekaragaman
Satwa Liar Untuk Ekowisata Taman Hutan Aqua Lestari, Minahasa Utara. Jurnal
Wasian 5(1):01-14
Dini Rahmanita. 2016. Nilai Ekonomi
Satwaliar Berdasarkan Preferensi
Masyarakat Di Sekitar Hutan. Skipsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Gono Semiadi. 2017. Pemanfaatan
Satwa Liar Dalam Rangka Konservasi Dan Pemenuhan Gizi Masyarakat. Jurnal
Pemanfaatan Satwa Liar 16(2): 63-74
Harnios Arief. 2015. Keanekaragaman
Dan Status Perlindungan Satwaliar Di Pt. Riau Sawitindo Abadi. Jurnal
Keanekaragaman dan Status Perlindungan Satwaliar 20(1): 159-165
Marini Susanti. 2015. Potensi Satwa
Liar Untuk Pengembangan Ekowisata Di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Provinsi
Gorontalo. Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo
Muhammad Irfan. 2019. Pengakuan, Penilaian
Dan Pengungkapan “Aset” Satwa Di Lembaga Konservasi. Journal Of Accounting
8(1):1-10
Risma Haris. 2014. Keanekaragaman Vegetasi Dan Satwa Liar Hutan Mangrove. Jurnal Bionature 15(2):
117-122