Senin, 24 Mei 2021

LAPORAN IDENTIFIKASI PEMANFAATAN EKONOMI SATWA LIAR

Laporan Prakrikum ESDH                                                                         Medan,  Mei 2021

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN EKONOMI SATWA LIAR


Dosen Penanggungjawab :

Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si

Disusun Oleh:

Muhammad Arifky                           191201003

Nadhia Rizki Fadhila                        191201014

Nadiatul Aula                                    191201127

Joshua Mahardika Purba                191201183

Dhaffa Alfazie                                   191201187

Priskian Arswenta M Siboro           191201188

Kelompok 7

HUT4A




PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa,  karena atas berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum ESDH ini dengan baik. Laporan Praktikum ESDH yang berjudul ”Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Praktikum ESDH pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penanggungjawab Praktikum ESDH yaitu Bapak Dr. Agus Purwoko S.Hut., M.Si. karena telah memberikan materi dengan baik dan benar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada asisten yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti kegiatan praktikum ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk memperbaiki isi Laporan ini akan sangat penulis hargai. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya


           Medan,   Mei 2021

                                                                                                             Penulis



DAFTAR ISI

                                                                Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………….....ii

PENDAHULUAN

         Latar Belakang ………………………………………………………….1

         Tujuan ..................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA

METODE PRAKTIKUM

         Waktu dan Tempat .................................................................................. 6

         Alat dan Bahan ........................................................................................ 6

         Prosedur Praktikum ..................................................................................6

HASIL DAN PEMBAHASAN

         Hasil ........................................................................................................ 7

         Pembahasan ............................................................................................ 7

KESIMPULAN DAN SARAN

         Kesimpulan ............................................................................................. 9

         Saran ........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA



PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme yang tinggi Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertingi yang dilengkapi dengan keunikan tersendiri, membuat Indonesia memiliki peran yang penting dalam perdagangan satwa di dunia, sehingga Indonesia menjadi salah satu pemasok terbesar perdagangan satwa dunia. Hal ini tentu saja merupakan peluang yang besar bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan kekayaan satwanya untuk meningkatkan pendapatan ekonomi, termasuk bagi masyarakat yang tinggal di sekitar habitat satwa. Namun, pemanfaatan ini memang harus betul-betul memperhatikan kondisi populasi berbagai jenis satwa yang dimanfaatkan agar dapat diperoleh pemanfaatan secara berkelanjutan1. Satwa-satwa tersebut tersebar di seluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan Tim Cegah Satwa Punah dari Pro Fauna Indonesia sekitar 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% dari jenis satwa di dunia yang berada di Indonesia (Gono Semiadi, 2017).

Indonesia bahkan menempati urutan pertama dalam hal kekayaan mamalia dengan 515 jenis dan menjadi habitat dari 1539 jenis unggas serta sekitar 45% jenis ikan di dunia hidup di Indonesia. Satwa yang ada di habitat wilayah Indonesia adalah ciri suatu pulau yang didiami satwa tersebut, karena ekosistem di dalamnya mendukung akan perkembangbiakan satwa tersebut. Berbagai jenis satwa tersebut tersebar di Indonesia yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau. Namun hal tersebut tidak berarti semua pulau dapat didiami semua satwa. Berdasarkan kenyataan ada satwa yang termasuk satwa endemik yakni hidup secara terbatas pada habitat di daerah tertentu dan tidak terdapat di tempat lain, misalnya anoa di Sulawesi, cendrawasih di Irian Jaya, siamang dan harimau jawa, harimau Sumatera di Sumatera dan lain-lain (Marini, 2015).

Indonesia merupakan Negara Megabiodiversity, artinya Indonesai memiliki kekayaan sumber daya hayati yang beraneka ragam. Sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, Indonesia memiliki berbagai tipe ekosistem, masing-masing tipe memiliki berbagai jenis satwa dan tumbuhan. Namun kekayaan hayati yang tak ternilai ini terancam hilang, akibat dari ulah tangan manusia. Sumber daya alam terdiri atas sumber daya alam non-hayati dan sumber daya alam hayati. Sumber daya alam non-hayati merupakan unsur-unsur di luar sumber daya hayati, yang berupa benda mati seperti tanah, bebatuan, matahari dan lain-lain, sedangkan sumber daya alam hayati merupakan unsur-unsur hayati di alam yang meliputi tumbuhan dan satwa liar. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Pemerintah Indonesia menggolongkan satwa liar menjadi 2 golongan, yaitu golongan satwa liar yang tidak dilindungi dan golongan satwa liar yang dilindungi atau yang dikenal dengan satwa langka. Penggolongan satwa liar didasarkan pada tingkat kepunahan satwa liar yang bersangkutan (Amran, 2013).

Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Dalam UU Nomor 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan yang mempunyai tiga fungsi, yaitu: fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat-manfaat tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible). Manfaat nyata adalah manfaat hutan yang berbentuk material atau dapat diraba yang berupa kayu, rotan, getah, dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak nyata adalah manfaat yang diperoleh dari hutan yang tidak dapat dinilai sistem pasar secara langsung (Adam, 2019).

 

Tujuan

            Adapun tujuan dari Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan  yang berjudul “Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar” adalah untuk dapat mengetahui dan menghitung nilai ekonomi satwa liar yang di manfaatkan.



TINJAUAN PUSTAKA

Satwa yang diartikan sebagai Binatang(nomina) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menurut Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,  Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa liar menurut Kamus Besar Bahas Indonesia adalah semua binatang yg hidup di darat dan di air yg masih mempunyai sifat liar, baik yg hidup bebas maupun yg dipelihara oleh manusia sedangkan dalam pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia, selain itu juga satwa liar dapat diartikan semua binatang yang hidup di darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Satwa migran satwa yang berpindah tempat secara teratur dalam waktu dan ruang tertentu ( Harnios,2015).

Hutan tropis Indonesia menyimpan kekayaaan hayati yang sangat tinggi. Selain memiliki keragaman jenis tumbuhan, hutan tropis Indonesia juga memiliki keragaman jenis fauna (satwa) yang tinggi, dimana sebagian besar habitatnya berstatus hutan produksi. Dengan kekayaan sumberdaya hayati yang dimilikinya, keberadaan hutan mampu memberikan manfaat dan peran yang sangat besar bagi kehidupan penduduk Indonesia. Banyak sumber daya yang tersedia di hutan tropis Indonesia berupa sumberdaya hutan kayu dan sumberdaya hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian kekayaan hutan tropis dan peran penting keberadaan hutan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara luas baru dipandang dan dimanfaatkan sebatas sebagai penghasil kayu, sedangkan manfaat produk-produk salain kayu termasuk satwaliar belum dikembangkan secara optimal (Amran, 2013)

Satwa  yang boleh diburu adalah satwa yang menurut undang-undang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat diburu. Sedangkan Satwa langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya dan perlu dilindungi (spt jalak putih, cenderawasih). Meskipun memiliki banyak satwa, namun Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Saat ini jumlah jenis satwa liar Indonesia yang terancam punah menurut IUCN pada tahun 2011 adalah 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, 32 jenis ampibi. Jumlah total spesies Indonesia yang terancam punah dengan kategori kritis (critically endangered) ada 68 spesies, kategori endangered 69 spesies dan kategori rentan (vulnerable) ada 517 jenis. Satwa-satwa tersebut benar-benar akan punah dari alam jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkanya. Pemanfaatan sumber daya alam hayati untuk tujuan perdagangan, khususnya satwa liar telah lama dilakukan secara fisik ekstraktif seperti dalam bentuk daging, kulit dan bagian-bagian lain yang bernilai ekonomis maupun estetika seperti atraksi dan pemeliharaan satwa liar yang memperlihatkan keindahan fisik, suara dan karakter species satwa liar (Anggita, 2016).

Satwaliar memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi dipasaran pada saat ini dan masa yang akan datang. Namun pemanfaatannya  sampai saat ini kurang atau lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu. Penelitian dan informasi mengenai potensi dan nilai ekonomi satwaliar masih sangat terbatas. Untuk itu sangat diperlukan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi tersebut guna mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan satwaliar, sehingga diharapkan akan terjadi keseimbangan antara dua tujuan yaitu tujuan produksi dan tujuan perlindungan. Untuk mengetahui nilai ekonomi dari satwaliar secara kuantitatif, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghitung nilai pemanfaatan satwaliar yang dapat diperoleh melalui penelitian khusus, sehingga akhirnya diperoleh pendekatan terhadap nilai ekonomi hutan alam dalam menyediakan satwaliar bagi masyarakat sekitar hutan (Muhammad Irfan, 2019).

Upaya konservasi satwa liar pada prinsipnya dapat dilakukan baik di habitat alaminya (in situ) maupun di luar habitat alaminya (ex situ). Salah satu bentuk konservasi satwa liar di luar habitat alaminya adalah kebun binatang. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.31/Menhut-II/2012 tentang Lembaga Konservasi antara lain menggariskan fungsi utama lembaga konservasi termasuk kebun binatang di dalamnya adalah sebagai pusat pengembangbiakan terkontrol satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian genetiknya. Selain fungsi utama tersebut kebun binatang sebagai lembaga konservasi (ex situ) juga memiliki fungsi lain yakni sebagai tempat pendidikan, peragaan, penitipan sementara, sumber indukan dan cadangan genetik untuk mendukung populasi in situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Pasal 2 (2) Permenhut No P.31/2012). Kebun binatang memiliki banyak keunikan yang sangat potensial (Dini, 2016)

Kehidupan satwa liar saat ini mulai terancam dan terdesak oleh kehidupan manusia yang semakin meningkat Aturan Fatwa No.14 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem berisi pemikiran untuk melindungi dan melestarikan satwa langka, baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi, hidup di alam bebas atau dipelihara, memiliki populasi yang kecil dan populasinya di alam menurun drastis, serta memerlukan upaya pelestarian agar mencegah kepunahan. Harimau Sumatera saat ini merupakan salah satu satwa yang dilindungi dan masuk kedalam satwa hampir punah yang disebabkan oleh perburuan liar dan deforestasi hutan.  Dalam upaya melestarikan satwa langka tentunya diharapkan adanya keikutsertaan masyarakat dalam menjaga dan melestarikan habitat agar hal yang diinginkan tersebut dapat dicapai secara maksimal (Risma, 2014).

Sumberdaya alam yang sangat menarik untuk dijadikan sebagai objek ekowisata, salah satunya adalah satwaliar karena mempunyai peranan yang unik dalam ekosistem peranan satwa liar dalam ekosistem antara lain berperan dalam proses ekologimmembantu penyerbukan tanaman, khususnya tanaman yang mempunyai perbedaan antara posisi benang sari dan putik, sebagai predator, penyebar/agen bagi beberapa jenis tumbuhan dalam mendistribusikan bijinya. selain memiliki nilai penting di dalam ekosistem, satwaliarpun bermanfaat bagi manusia, antara sebagai bahan penelitian, pendidikan lingkungan, dan objek wisata (ecotourism), sebagai sumber protein yang berasal dari daging dan telurnyam memiliki nilai estetika, diantaranya warna bulunya yang indah, suaranya yang merdu, tingkahnya yang atraktif sehingga banyak dijadikan objek dalam lukisan, atau sebagai inspirasi dalam pembuatan lagu maupun puisi, dan memiliki nilai ekonomi (Diah, 2018).



METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan yang berjudul “Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar” ini dilaksanakan pada hari Kamis, 20 Mei 2021 pada pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai. Praktikum ini dilakukan via Google Meet dan Google Classroom masing-masing.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah Hand Phone, dan Laptop.

            Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Literatur, PPT materi dan Laporan.

Prosedur Praktikum

1.      Disiapkan alat dan bahan untuk praktikum

2.      Disiapkan ppt untuk Sharescreen

3.      Dijelaskan materi tentang Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar

4.      Dibuat laporan praktikum





HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

         Adapun hasil dari Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan yang berjudul “Identifikasi Pemanfaatan Ekonomi Satwa Liar” yaitu Babirusa (Babyrousa babyrussa), Anoa (Bubalus depressicornis), Tarsius (Tarsiusspectrum), Kuskus Sulawesi (Strigocuscus celebensis).

Pembahasan

1. Babi Rusa (Babyrousa babyrussa)

         Babirusa memiliki panjang tubuh sekitar 87106cm, tinggi sekitar 65-80 cm, dan berat tubuh mencapai 90 cm. Taringnya mencuat ke atas yang berguna untuk melindungi matanya. Meskipun bersifat soliter, pada umunya babirusa hidup berkelompok. Penelitian Clayton (1996) tentang habitat dan perilaku babirusa di SM Nantu memperkirakan terdapat 500 ekor babirusa, namun jumlah ini terus menurun karena tingginya tingkat kerusakan hutan dan perburuan. Habitat babirusa berupa hutan hujan dataran rendah, menyukai kawasan hutan dimana terdapat aliran sungai, sumber air, rawa, dan cerukan-cerukan air yang memungkinkannya mendapatkan air minum dan berkubang.

         Satwa ini mengunjungi tempattempat air dan tempat mengasin (salt-lick) secara teratur untuk mendapatkan garam-garam mineral untuk membantu pencernaannya. Sebagai herbivore, babirusa di SM Nantu menyukai makanan buah pangi (Pangium edule), yang banyak terdapat di SM Nantu. Selain itu babirusa juga menyukai jenis umbi-umbian, juga jamur dan buah-buahan seperti mangga. Kadangkala babirusa terlihat suka mengais pohon-pohon tumbang yang telah membusuk, kemungkinan untuk mendapatkan sumber protein hewani berupa ulat atau cacing. Makanan utama babirusa adalah berbagai jenis buah, namun satwa ini juga mengkonsumsi buah, daun, rumput, dan bahan-bahan dari satwa (diantaranya daging, ikan, burung dan serangga) dalam jumlah yang kecil.

2. Anoa (Bubalus depressicornis)

         Bentuk  tubuh  anoa  mirip  dengan  kerbau atau  biasa  disebut kerbau  cebol.  Anoa dataran  rendah  atau Bubalus  depressicornis memiliki  tinggi  pundak  antara  80–100  cm. Bentuk  kepala  menyerupai  kepala  sapi, kaki dan kuku menyerupai banteng. Pada kaki bagian depan  (metacarpal)  berwarna  putih  atau mirip  sapi  bali namun  mempunyai  garis hitam  ke  bawah.  Tanduk  mengarah  ke belakang  menyerupai  penampang  yang bagian  dasarnya  tidak  bulat seperti  tanduk sapi  melainkan  menyerupai  bangun  segitiga seperti tanduk  kerbau. anoa  memiliki perilaku  hidup  secara  soliter. Anoa  umumnya hidup  di hutan-hutan  yang  lebat,  di  dekat  aliran  air  / sungai,  danau,  rawa, sumber  air  panas  yang mengandung  mineral  dan  di  sepanjang pantai. Anoa membutuhkan air setiap hari baik untuk minum maupun untuk berendam ketika terik matahari menyengat.

3. Tarsius (Tarsius spectrum)

          Tarsius adalah binatang unik dan langka. Keunikannya terletak pada ukuran matanya yang sangat besar melebihi ukuran otaknya. Bola mata Tarsius hampir tidak dapat digerakkan ke kiri san ke kanan sehingga kemampuan visualnya dibantu dengan kemampuan memutar kepalanya kekanan dan kekiri hingga 180 derajat tanpa memutarkan badannya. Keunikan lain yang dimiliki satwa ini yaitu dapat melompat sejauh 3 meter, padahal ukuran tubuhnya sangat kecil. Ukuran tubuh Tarsius spectrum sangat kecil, berat badannya sekitar 110- 120 gram. Panjang tubuh sekitar 115- 120 mm, panjang ekor antara 135-275 mm dengan bagian ujungnya berambut kasar, telinga dan matanya besar, melebihi ukuran otaknya, kepala bulat dan berleher pendek, kaki panjang dan sangat membantu dalam berpindah dahan dengan meloncat. Rambut lebat dan pendek.Warna tubuh cokelat kemerahan dengan warna kulit kelabu. Bagian ventral yaitu dada dan perut berwarna abu – abu keputihan dan bagian leher kekuningan. Telinga tipis dan transparan, berwarna gelap atau cokelat kemerahan. Bibir pendek, pertumbuhan gigi berkembang sebagai binatang pemakan serangga

4. Kuskus Sulawesi (Strigocuscus celebensis)

         Kuskus merupakan mamalia berkantung yang ada di Indonesia. Kuskus hidup nocturnal (aktif dimalam hari) dan arboreal (berada di pepohonan), Makanan utamanya adalah daun-daunan, bunga, buah, kulit pohon, dan jamur hutan. Kuskus sulawesi ini berwarna coklat pucat agak keputihan, panjang tubuh dari kepala 29-38 cm dan panjang ekornya 27-37cm yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya.



KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.      Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

2.      Pemanfaatan satwa liar dapat dilakukan secara fisik ekstraktif seperti dalam bentuk daging, kulit dan bagian-bagian lain yang bernilai ekonomis maupun estetika seperti atraksi dan pemeliharaan satwa liar yang memperlihatkan keindahan fisik, suara dan karakter species satwa liar.

3.      Upaya konservasi satwa liar pada prinsipnya dapat dilakukan baik di habitat alaminya (in situ) maupun di luar habitat alaminya (ex situ).

4.      Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghitung nilai pemanfaatan satwaliar yang dapat diperoleh melalui penelitian khusus, sehingga akhirnya diperoleh pendekatan terhadap nilai ekonomi hutan alam dalam menyediakan satwaliar bagi masyarakat sekitar hutan.

5.      Contoh satwa liar yaitu Babirusa (Babyrousa babyrussa), Anoa (Bubalus depressicornis), Tarsius (Tarsiusspectrum), Kuskus Sulawesi (Strigocuscus celebensis).

 

 

 Saran

Sebaiknya dalam praktikum praktikan diharapkan lebih memahami  materi yang telah diberikan agar praktikum dapat berjalan dengan lancar




DAFTAR PUSTAKA

 

Adam Malik, Abdul Hapid. 2019. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Bambu Oleh Masyarakat Terasing (Suku Lauje) Di Desa Anggasan Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli. Jurnal Warta Rimba 7(2)

 

Amran Achmad. 2013. Potensi Keanekaragaman Satwaliar Untuk Pengembangan Ekowisata Di Laboratorium Lapangan Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Hutan Pendidikan Unhas. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 2(2): 7 9 - 9 2

 

Anggita Puspitasari. 2016. Nilai Kontribusi Kebun Binatang Terhadap Konservasi Satwa, Sosial Ekonomi  Dan Lingkungan Fisik: Studi Kasus Kebun Binatang Bandung. Jurnal Media Konservasi 21(2): 116-124

 

Diah Irawati. 2018. Keanekaragaman Satwa Liar Untuk Ekowisata Taman Hutan Aqua Lestari, Minahasa Utara. Jurnal Wasian 5(1):01-14

 

Dini Rahmanita. 2016. Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi  Masyarakat  Di Sekitar Hutan.  Skipsi. Departemen Manajemen Hutan  Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

 

Gono Semiadi. 2017. Pemanfaatan Satwa Liar Dalam Rangka Konservasi Dan Pemenuhan Gizi Masyarakat. Jurnal Pemanfaatan Satwa Liar 16(2): 63-74

 

Harnios Arief. 2015. Keanekaragaman Dan Status Perlindungan Satwaliar Di Pt. Riau Sawitindo Abadi. Jurnal Keanekaragaman dan Status Perlindungan Satwaliar  20(1): 159-165

 

Marini Susanti. 2015. Potensi Satwa Liar Untuk Pengembangan Ekowisata Di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo. Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo

 

Muhammad Irfan. 2019. Pengakuan, Penilaian Dan Pengungkapan “Aset” Satwa Di Lembaga Konservasi. Journal Of Accounting 8(1):1-10

 

Risma Haris. 2014. Keanekaragaman Vegetasi Dan Satwa Liar  Hutan Mangrove. Jurnal Bionature 15(2): 117-122





Selasa, 18 Mei 2021

Laporan Praktikum ESDH JASA HUTAN KOTA DAN ECOTOURISM

Laporan Prakrikum ESDH                                                                         Medan,  Mei 2021

JASA HUTAN KOTA DAN ECOTOURISM

Dosen Penanggungjawab :

Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si

 

Disusun Oleh:

Muhammad Arifky                           191201003

Nadhia Rizki Fadhila                        191201014

Nadiatul Aula                                    191201127

Joshua Mahardika Purba                191201183

Dhaffa Alfazie                                   191201187

Priskian Arswenta M Siboro           191201188

Kelompok 7

HUT4A







PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa,  karena atas berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum ESDH ini dengan baik. Laporan Praktikum ESDH yang berjudul”Jasa Hutan Kota dan Ecotourism” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Praktikum ESDH pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penanggungjawab Praktikum ESDH yaitu Bapak Dr. Agus Purwoko S.Hut., M.Si. karena telah memberikan materi dengan baik dan benar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada asisten yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti kegiatan praktikum ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk memperbaiki isi Laporan ini akan sangat penulis hargai. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan,   Mei 2021


Penulis




DAFTAR ISI

                                                                                  Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………….....ii

DAFTAR TABEL........................................................................................... iii

PENDAHULUAN

         Latar Belakang ………………………………………………………….1

         Tujuan ..................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA

METODE PRAKTIKUM

         Waktu dan Tempat .................................................................................. 6

         Alat dan Bahan ........................................................................................ 6

         Prosedur Praktikum ..................................................................................6

HASIL DAN PEMBAHASAN

         Hasil ........................................................................................................ 7

         Pembahasan ............................................................................................ 7

KESIMPULAN DAN SARAN

         Kesimpulan ............................................................................................. 11

         Saran ........................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA


 

DAFTAR GAMBAR

No                                                                                                                Halaman

 1   Taman Beringin .........................................................................................7

 2   Taman Hutan Kota Taufan Gama Simatupang..........................................7

 3   Hutan Kota Tanjungbalai………………………………………..……….7

 4   Hutan Kota Batu ........................................................................................7

 5   Taman Bunga Sejati……………………………………………..……….7






PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan kota adalah suatu lingkungan biotik dan abiotik yang tersusun atas rangkaian ekosistem dari komponen biologi, fisik, ekonomi, dan budaya yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Dalam proses pembangunan suatu kota yang terfokus dalam sektor ekonomi dapat berakibat pada munculnya degradasi lingkungan di kota.  Pembangunan perkotaan dapat berakibat pada berkurangnya proporsi ruang terbuka dan mengakibatkan berbagai gangguan terhadap proses alam dalam lingkungan suatu perkotaan. Pembangunan kota berkelanjutan harus diselenggarakan secara terencana dengan memperhatikan rencana umum tata ruang dan lingkungan. Pembangunan perkotaan yang terfokus pada kegiatan ekonomi dan kurang memperhatikan aspek lingkungan dapat memberikan dampak kurang baik bagi keseimbangan ekologi pada daerah perkotaan karen dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan . Oleh karena itu, pembangunan hutan kota menjadi penting mengingat ketersediaan hutan kota diharapkan dapat mewakili keberlangsungan fungsi ekologi di suatu kota. Hutan kota memiliki peran besar dalam meredam suhu maksimum menjadi lebih rendah dengan adanya suatu mekanisme dari peredaman cahaya sinar matahari (Agung Permada, 2019).

Perkembangan kawasan perkotaan di Indonesia bergerak sangat cepat dan hal ini diindikasikan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk yang tinggal dan beraktivitas di wilayah perkotaan.  Pertambahan jumlah penduduk yang tidak diiringi oleh peningkatan daya dukung lingkungan dapat mengakibatkan timbulnya masalah perkotaan seperti meningkatnya suhu udara dan penurunan kualitas lingkungan.  Permasalahan kerusakan lingkungan hidup dapat diatasi dengan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ruang terbuka hijau merupakan ruang alami yang menjadi bagian penting bagi suatu kota berkaitan dengan penanggulangan berbagai masalah perkotaan. Keberadaan RTH sangat diperlukan bagi wilayah perkotaan. Adanya RTH diharapkan mampu menanggulangi permasalahan lingkungan perkotaan terutama dalam menetralisir dampak negatif yang disebabkan oleh aktivitas perkotaan. RTH melalui perannya sebagai pengatur iklim mikro dapat menurunkan suhu permukaan yang secara langsung berpengaruh terhadap sebaran suhu udara dan dapat meningkatkan kenyamanan hidup masyarakat (Audy Evert, 2017).

 Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Dalam UU Nomor 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan yang mempunyai tiga fungsi, yaitu: a. fungsi konservasi, b. fungsi lindung, dan c.fungsi produksi. Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat-manfaat tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible). Manfaat nyata adalah manfaat hutan yang berbentuk material atau dapat diraba yang berupa kayu, rotan, getah, dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak nyata adalah manfaat yang diperoleh dari hutan yang tidak dapat dinilai oleh sistem pasar secara langsung atau berbentuk inmaterial/tidak dapat diraba, seperti keindahan alam, iklim mikro, hidrologis, dan lain-lain.Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang (Adam Malik, 2019).

Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecakupan luas kawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Sumberdaya hutan mempunyai peran dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan (Christien N, 2016).

 

Tujuan

            Adapun tujuan dari Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan  yang berjudul “Jasa Hutan Kota dan Ecotourism” adalah untuk mengetahui fungsi dari jasa hutan kota dan ecotourism.



TINJAUAN PUSTAKA

Hutan kota dapat didefinisikan sebagai suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohonan di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estitika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Kota merupakan tempat bermukim warga, tempat bekerja, tempat hidup, tempat belajar, pusat pemerintahan, tempat berkunjung dan menginapnya tamu negara, tempat mengukur prestasi para olahragawan, tempat pentas seniman dometik dan mancanegara, tempat rekreasi dan kegiatan-kegiatan lainnya. Namun, dengan meningkatnya pembangunan berbagai kegiatan seperti pembangunan jalan, kegiatan transportasi, industri permukiman dan kegiatan lainnya sering mengakibatkan luasan ruang terbuka hijau menurun dan sering juga disertai dengan menurunnya mutu lingkungan hidup (Udi Wahyuni, 2017).

Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima yaitu : 1.  Hutan Kota Permukiman. Hutan kota di sini bertujuan untuk membantu menciptakan lingkungan yang sejuk, segar dan nyaman serta menambah keindahan. 2. Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari kegiatan-kegiatan industri berupa polutan padat, cair, maupun gas 3. Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi masyarakat kota. Hutan Kota sebaiknya dilengkapi juga dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan serta sarana olah raga seperti untuk joging, kamping, panjat dinding dan lain sebagainya. 4. Hutan Kota Konservasi. Hutan kota ini untuk mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun faunanya serta ekosistem kota yang unik dan khas 5. Hutan Kota Pusat Kegiatan. Hutan kota ini untuk meningkatkan kenyamanan, keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan kota seperti pasar,  dan  lain sebagainya (Sri Sapti,2013).

Definisi hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk), strukturnya menyerupai (meniru) hutan alam membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk dan estetis. Berdasarkan PERDA No 63 tahun 2003 tentang Hutan Kota, dinyatakan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. hutan kota mempunyai beberapa tipe sesuai tujuan dan peruntukannya yakni : 1) hutan kota konservasi, 2) hutan kota zona industri, 3) hutan kota wilayah pemukiman, 4) hutan kota wisata dan 5) hutan kota tipe lainnya, yaitu perlindungan pada satwa (Rizki, 2012).

Secara garis besar fungsi hutan kota dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi berikut.  1) Fungsi lanskap a. Fungsi fisik, antara lain vegetasi sebagai unsur struktural berfungsi untuk perlindungan terhadap kondisi fisik alami sekitamya seperti angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan terhadap bau, penggunaan dalam unsur struktur in ditentukan oleh ukuran dan dalam bentuk kerapatan vegetasi. b. Fungsi sosial, penataan vegetasi dalam hutan kota yang baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat produktif Hutan kota dengan aneka vegetasinya mengandung nilai-nilai ilmiah yang dapat menjadi laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian. e Fungsi kesehatan, misalnya untuk terapi mata dan mental serta fungsi rekreasi, olah raga, dan sebagai tempat interaksi sosial lainnya (Agung Permada, 2019).

Fungi pelestarian lingkungan (ekologi) a Menyegarkan udara atau sebagai "paru paru kota" Fungsi menyegarkan udara dengan mengambil karbondioksida dalam proses fotosintesis dan menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan bagi makluk hidup untuk pernapasan. b. Menurunkan suhu kota meningkatkan dan kelembaban. Kelembaban udara berhubungan dengan keseimbangan energi dan merupakan ukuran banyaknya energi radiasi berupa panas laten yang dipakai untuk menguapkan air yang terdapat dipermukaan yang menerima radiasi. c Sebagai ruang hidup satwa. Vegetasi atau tumbuhan selain sebagai produsen pertama dalam ekosistem. juga dapat menciptakan ruang hidup bagi mahkluk hidup lainnya, contohnya burung sebagai komponen ekosistem mempunyai peranan penting (Tarsoen Waryono, 2018).

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, pengertian ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/ jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan pengertian ruang terbuka hijau, ruang terbuka hijau merupakan sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk, dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan. Adapun ditinjau berdasarkan fungsinya, ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi yakni fungsi intrinsik dan ekstrinsik. (Nadia Imansari, 2015).

Jasa lingkungan keindahan bentang alam atau yang lebih sering kita sebut sebagai ekowisata merupakan salah satu tipologi dari pemanfaatan jasa lingkungan. Konsep ekowisata merupakan bentuk dukungan terhadap upaya konservasi dalam pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Tidak hanya itu, pengembangan ekowisata juga dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi lokal serta meningkatkan rasa kepedulian terhadap kultur dan budaya yang berbeda. Konsep ekowisata juga diarahkan untuk dapat mempertahankan budaya lokal.  Pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke model ekowisata, disebabkan karena kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata buatan. Oleh karena itu peluang ini selayaknya dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menarik wisatawan asing mengunjungi objek berbasis alam dan budaya penduduk lokal. Dalam perkembangan kepariwisataan secara umum,  muncul pula istilah sustainable tourism atau “wisata berkelanjutann (Samsul Bakri,2019).


METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan yang berjudul “Jasa Hutan Kota Dan Ecotourism” ini dilaksanakan pada hari Kamis, 6 Mei 2021 pada pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai. Praktikum ini dilakukan via Google Meet dan Google Classroom masing-masing.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah Hand Phone, dan Laptop.

            Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Literatur, PPT materi dan Laporan.

Prosedur Praktikum

1.      Disiapkan alat dan bahan untuk praktikum

2.      Disiapkan ppt untuk Sharescreen

3.      Dijelaskan materi tentang Jasa Hutan Kota Dan Ecotourism

4.    Dibuat laporan praktikum




HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Hasil

        Adapun hasil dari Praktikum Ekonomi Sumber Daya Hutan yang berjudul “Jasa Hutan Kota dan Ecotourism” adalah sebagai berikut.








Pembahasan

Berdasarkan hasil di atas Taman Beringin dengan luas 14.200 m2, oleh keputusan Gebenur Sumut Marah Halim pada april 1974. Taman Beringin kemudian diperkuat Wali Kota Medan, Abdilah, dengan menerbitkan lagi surat keputusan (sk) Wali Kota Medan dengan No.522/043 tahun 2007, yang menetapkan Taman Beringin sebagai hutan Kota. Taman Beringin yang terletak di Jalan Teuku Cik Ditiro, Medan. Tepatnya,  terletak di depan rumah dinas Gubernur Sumatera Utara, Taman ini tepat berada di sisi sungai babura kecamatan Medan Polonia.

Sedikitnya ada 20 spesies tanaman yang memperindah Taman Beringin di antaranya mahoni, sawo kecik, jambu Bol, jambu dersana (Syzygium Malaccense)

Terdapat beberapa fasilitas yang dimiliki oleh Taman Beringin, yaitu musholla, letaknya berada di dalam tepatnya di ujung taman. Lahan parkir, Taman ini menyediakan lahan parkir yang cukup untuk kendaraan roda dua atau sepeda motor dan lengkap dengan petugas parkir dengan membayar Rp. 2.000. Tempat makan, tepat di pintu masuk taman, banyak sekali pedagang-pedagang yang berjualan beraneka jenis makanan. Pos keamanan, taman ini memiliki pos keamanan yang artinya taman ini pun akan sangat aman apabila dikunjungi pada malam hari. Permainan anak-anak, taman ini menyediakan permainan khusus untuk anak-anak. Seperti di antaranya adalah perosotan, dan ayunan.

Taman Hutan Kota Taufan Gama Simatupang, berlokasi di Jalan Lintas Sumatera, tepatnya di Jl. Jend. Ahmad Yani, Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kota Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara. Taman hutan kota ini memiliki luas 99.997 m² menjadi ikon Kabupaten Asahan. Hutan kota ini didominasi oleh pohon Trembesi (Samanea saman) dan pohon Ketapang (Terminalia catappa).

Taman hutan kota ini memiliki berbagai macam fasilitas, seperti area parkir, Masjid, tempat olahraga (bersepeda dan jogging), dan banyak tempat makan. Adapun manfaat lainnya seperti manfaat estetika, lingkungan perkotaan yang padat bangunan akan indah jika diimbangin dengan hutan kota. Manfaat hidrologis, air hujan dapat teresap dengan adanya hutan kota sehingga mengurangi banjir. Manfaat edukatif,  bisa dijadikan sarana untuk mengenal dan sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Serta yang terpenting, lokasi perkotaan yang padat penduduk, melalui proses fotosintesis pohon akan menghasilkan oksigen yang dapat mengurangi polusi udara.

Hutan Kota Tanjungbalai atau yang lebih sering dikenal dengan taman kuda putih adalah salah satu RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang terletak di jalan Pahlawan Kel.Pantai Burung Kota Tanjungbalai. Hutan ini dibuat berdasarkan Perda Kota Tanjungbalai Nomor 02 Tahun 2013 Pasal 55 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungbalai 2013 – 2033. Seperti halnya tujuan penataan RTH, hutan kota Tanjungbalai ini dibuat dengan tujuan untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Selain itu hutan kota Tanjungbalai ini difungsikan sebagai fasilitas umum yakni untuk tempat rekreasi, tempat olahraga, tempat berteduh dan juga sebagai tempat berjualan warga sekitar.

Berdasarkan manfaat ekonominya, hutan ini banyak membantu perekonomian masyarakat dengan keberadaannya. Karena, banyak masyarakat sekitar hutan yang berjualan di bawah pohon yang rindang. Juga banyak pengunjung yang datang dikarenakan suasana tempatnya yang sejuk dan banyak angin. Di sekitar hutan kota ini banyak disediakan bangku-bangku taman untuk para pengunjung. Didekat hutab kota ini pula terdapat lapangan sepatu roda, lapangan voli dan juga stadion sepak bola. Di hutan ini terdapat beragam macam pohon, diantaranya Mahoni, Jati, Jambu Mete, Jambu Bol, dan banyak lagi jenis-jenis pohon yang lain.

Hutan Kota batu terletak di Jalan Sultan Agung, sebelah barat Stadion Brantas Kota Batu. Taman Hutan Kota Batu yang memiliki luas 1,2 hektar. Tak banyak fasilitas seperti di Alun-alun Batu, namun Anda akan menemukan banyak tanaman indah, kicauan burung dan pastinya pemandangan Batu yang berbeda, lebih sepi dan lebih tenang. Apalagi Hutan Kota ini berada di antara Gunung Panderman dan Arjuna. Meskipun sebuah hutan tetap ada fasilitas yang disediakan pemerintah kota Batu, terdapat gazebo, tempat duduk dibeberapa sudut, wahana bermain khusus bagi yang berumur 10 tahun ke bawah, serta toilet.

Hutan kota menjadi wisata alternatif bagi pengunjung domestik dan mancanegara yang disediakan oleh pemkot untuk menikmati kesejukan. Tempat yang memiliki banyak tetumbuhan kecil dan besar dengan beragam warna, udara segar, pemandangan indah, burung-burung saling berkicau, hingga jalur untuk lari. Di sini Anda bisa menulis, memotret, membaca buku, melukis, atau menyegarkan badan. Semua bisa Anda lakukan. Sebab hutan kota berada di antara Gunung Panderman dan Arjuna. Sehingga saat pagi atau sore hari, pengunjung bisa menikmati pemandangan yang indah dan menawan.

Lapangan Merdeka yang lebih familiar dikenal dengan sebutan taman bunga sejatinya adalah sebuah ruang publik yang peruntukannya adalah sebagai sarana atau fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah kota bagi publik kongkritnya adalah sebagai tempat bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas berolahraga seperti senam jogging injak batu (refleksi) dan beberapa jenis olahraga lainnya. Dari wawancara yang pernah dilakukan seorang wartawan lokal terhadap mantan Walikota Pematangsiantar periode 1967-1974, Almarhum Laurimba Saragih, diketahui, ternyata adanya perubahan nama Lapangan Merdeka menjadi Taman Bunga oleh masyarakat itu, terjadi di masa awal tahun 80-an. Menurut Perda Kota Pematangsiantar Nomor 16 tahun 1989 tentang nama dan fungsi Hutan kota Pematangsiantar ( lapangan Merdeka)  adalah sebagai tempat untuk rekreasi serta tempat senam pagi,  beberapa poin larangan yang terdapat pada pasal 4 ayat 1 diterangkan di dalam Hutan 

Kota Pematangsiantar dilarang mengadakan pertunjukan atau hiburan dan berjualan dalam jenis apapun Kemudian pada ayat 2 berisi dilarang merusak atau mencabut tanaman-tanaman yang ada di dalam hutan Kota Pematangsiantar. Lapangan Merdeka dengan kata kedua merdeka memiliki arti kata sederhana yaitu merdeka atau bebas tidak terikat. disamping memaknainya dengan ikon pejuang yang ada di puncak Monumen inti taman Tentu harus dihubungkan  pada faktor sejarah.  saat itu para penjajah asing bisa ditaklukan oleh para pejuang kemerdekaan Kota Pematangsiantar dan Simalungun sehingga terbebas dan merdeka. Pada Hutan Kota Pematangsiantar juga terdapat fasilitas seperti kamar mandi, alat olahraga, wahana permainan, lapangan basket, tempat duduk, tempat sampah, area bermain skateboard dan lainnya dan juga pada Hutan Kota Pematangsiantar juga banyak ditanami pohon pohon seperti pohon Jati, pohon Manggis, pohon Glodokan tiang, pohon, pohon Melinjo, pohon Pinus, Pohon Mangga, Pohon Durian, dan Pohon Rasamala



KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.      Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah milik pejabat yang berwenang.

2.      Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/ jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

3.      Hutan kota memiliki banyak manfaat di dalamnya, seperti manfaat estetika, hidrologis, edukatif, dan sebagainya.

4.      Kebanyakan hutan kota memiliki fasilitas seperti area parkir, taman bermain, masjid atau musholla, dan banyak tempat makan yang tersedia.

5.      Contoh hutan kota yang kami temui yaitu, Taman Beringin, Taman Hutan Kota Taufan Gama Simatupang Kisaran, Hutan Kota Tanjungbalai, Hutan Kota Batu dan Taman Bunga Sejati

 

 Saran

Sebaiknya dalam praktikum “Jasa Hutan Kota dan Ecotourism” praktikan diharapkan lebih memahami  materi yang telah diberikan agar praktikum dapat berjalan dengan lancar

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adam Malik. 2019. Pemanfaatan Hutan leh Masyarakat Di Desa Anggasan Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli. Jurnal Warta Rimba 7(2)

 

Agung Permada. 2019. Analisis Status Hutan Kota Di Bandar Lampung. Jurnal Sylva Lestari 7(2):235-243

 

Audy Evert, Slamet Budi Yuwono. 2017. Tingkat Kenyamanan Di Hutan Kota Patriot Bina Bangsa Kota Bekasi. Jurnal Sylva Lestari 5(1):14-25

 

Christien N. Kendek. 2016. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh Masyarakat Sekitar Hutan Desa Minanga Iii Kabupaten Minahasa Tenggara. Fakultas Pertanian UNSRAT

 

Nadia Imansari. 2015. Penyediaan Hutan Kota dan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Menurut Preferensi Masyarakat di Kawasan Pusat Kota Tangerang. Jurnal Ruang 1(3):101–110

 

Riki Alfian, Hendra Kurniawan. 2012. Identifikasi Bentuk, Struktur dan Peranan Hutan Kota Malabar Malang. Jurnal Buana Sains 10(2): 195-201 

Samsul Bakri. 2019. Jasa Lingkungan Hutan: Kontribusi Produk Ekonomi-Ekologis bagi Pembangunan Berkelanjutan. AURA CV. Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung

Sri Sapti Hamdaningsih. 2013. Studi Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Vegetasi Dalam Penyerapan Karbon Di Kota Mataram. Jurnal Kebutuhan Hutan Kota 24(1):1-9

Udi Wahyuni. 2017. Studi Hutan Kota Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan Pada Musim Hujan Di Kota Malang. Jurnal Produksi Tanaman 5(3):468 - 474

Tarsoen Waryono. 2018. Urgensi Mewujudkan   Pembangunan Hutan Kota Melalui Kiat  Kecil Menanam Dewasa Memanen. Jurnal Hutan Kota 2(3):15-23


LAPORAN IDENTIFIKASI PEMANFAATAN EKONOMI SATWA LIAR

Laporan Prakrikum ESDH                                                                             Medan,   Mei 2021 IDENTIFIKASI PEMANFAA...